Mie instan telah menjadi makanan yang paling digemari, khususnya di Indonesia. Pangsa pasarnya sangatlah besar, mengingat makanan ini tidak mengenal usia dan jenis kelamin, alias digemari semua kalangan. Dua merek yang bersaing sengit dalam kategori produk mie instan ini adalah Indomie dan Mi Sedaap. Bagaimana keduanya saling berebut pasar?




Tahukah Anda bahwa di internet ada situs yang bernama “The Ramen Rater” (TheRamenRater.com)? Situs ini mengulas, menguji, dan mengadu semua merek mie instan di seluruh dunia sejak tahun 2002. Pada tahun 2013 lalu, The Ramen Rater merilis daftar 10 mie instan terbaik di Indonesia (The Ramen Rater’s Indonesia Top Ten Instant Noodles of All Time 2013).

Dari 10 mie dalam daftar tersebut, terlihat merek Indomie—terutama dengan varian mie gorengnya, mendominasi rating dengan menduduki empat posisi teratas. Sementara Mi Sedaap hanya menduduki satu posisi terakhir. Indomie memang sudah lama merajai pasar mie instan di Indonesia. Tetapi, dengan kemunculan Mi Sedaap sejak tahun 2003, pasar mie instan Indonesia menjadi semakin semarak dan tentu meningkatkan juga kewaspadaan dari sang market leader, Indomie.

Makanan mie instan ini sering kali hadir dengan inovasi pada berbagai varian rasanya. Produk mie instan juga disukai karena harganya yang pas bagi kantong kebanyakan orang. Selain itu, proses memasaknya juga sangat mudah dan sederhana sehingga relatif mudah diolah dan dinikmati oleh siapa saja. Di Indonesia, tak dipungkiri kategori makanan ini sangat digemari oleh banyak orang—walaupun sering juga diterpa oleh isu-isu membahayakan kesehatan dan lainnya.

Indomie sendiri sudah lama hadir meramaikan pasar mie instan jauh sebelum Mi Sedaap. Merek mie instan besutan Indofood ini sudah hadir sejak tahun 1970-an, dan mulai meroket sejak tahun 1982 oleh perusahaan yang didirikan oleh Sudono Salim. Begitu keluar, merek ini secara cepat langsung merajai pasar, mencaplok sekitar 70% market share pasar mie instan Indonesia (sumber: Wikipedia).

Tak hanya di Indonesia, Indomie bahkan sudah melanglang buana dan bisa ditemukan di Australia, Asia, Afrika, Selandia Baru, Amerika Serikat, Eropa, dan bahkan di negara-negara Timur Tengah dan Nigeria. Terutama di Nigeria, ternyata Indomie cukup dominan merajai pasar mie instan di sana. Tak jarang orang Indonesia yang sudah lama tinggal di luar negeri dan merasa “kangen” dengan makanan ini rela berkeliling untuk mencari mie instan yang merajai Tanah Air ini.

Saking topnya merek Indomie, orang pun sering menyebut semua makanan mie instan sebagai “Indomie”. “Saya mau makan Indomie”. Padahal belum tentu mie instan yang dimakannya bermerek Indomie. Indofood dinilai sukses menciptakan image produk mie instan yang identik dengan mereknya, sehingga Indomie menjadi merek generik.

Merek ini juga sering kali meluncurkan berbagai varian rasa baru. Dalam satu jenis mie goreng saja, Indomie bisa meluncurkan beberapa variasi rasa, seperti mie goreng biasa, mie goreng pedas, mie goreng rendang, mie goreng cabe hijau, dan mie goreng iga penyet. Rasa mie instannya—terutama varian mie goreng—dianggap pas rasanya dengan selera masyarakat.

Salah satu kunci sukses Indomie terletak pada Indofood yang juga punya posisi kuat pada merek tepung terigunya, yaitu Bogasari. Dengan menguasai salah satu bahan pokok untuk membuat mie, Indofood bisa lebih mudah menekan harga Indomie, sekaligus meningkatkan kualitas mienya. Ini membuat para pesaing semakin sulit untuk mengimbangi Indomie.

Dalam berpromosi, Indomie paling jelas terlihat membombardir iklan di televisi yang menyuguhkan unsur cerita (storytelling) tentang bagaimana para pencinta Indomie mencari dan menikmati mie kesukaannya ini. Indomie terlihat mengangkat produknya dengan tema selera Nusantara.

Maksudnya Indomie adalah selera semua orang di seluruh Indonesia. Plus, Indomie juga cocok dinikmati kapan pun, seperti saat hujan, waktu lembur, ataupun ketika berkumpul. Terlihat dari iklan-iklannya di televisi dan media cetak yang menampilkan brand awareness selera Nusantara dan Indomie seleraku itu. Iklan-iklannya juga dilengkapi dengan jingle (lagu) yang bertutur bahwa seluruh Nusantara bisa menikmati Indomie, sesuai dengan tagline-nya, “Indomie Seleraku”.

Seiring waktu, sebenarnya ada beberapa merek mie instan yang mencoba meramaikan pasar, tapi tidak berhasil. Satu per satu merek mie instan para pesaing itu pun tenggelam. Baru pada tahun 2003, setelah sekitar 30 tahun Indomie berjaya, merek Mi Sedaap muncul turut meramaikan pasar mie instan Tanah Air. Dan baru merek Mi Sedaap inilah yang dinilai mampu mengikis sedikit demi sedikit market share Indomie sebagai market leader mie instan di Indonesia.

Selain di Indonesia, Mi Sedaap juga mampu menembus mancanegara seperti Malaysia dan Nigeria. Mi Sedaap cukup fenomenal dengan rasa kari spesial yang kental dan katanya “nendang rasanya”. Merek mie instan besutan Wings Food ini pertama kali hadir dengan hanya tiga varian rasa, yaitu mie goreng dengan “kriuk-kriuk”, rasa soto dengan koya, dan rasa ayam bawang dengan bawang goreng.

Mi Sedaap dengan gigih mencoba mendapatkan posisi kuat dalam pasar mie instan yang sudah lebih dulu dirajai Indomie. Dengan mereknya, Mi Sedaap seakan menanamkan image mie yang memang sedap dan harus dicoba oleh masyarakat, sesuai dengan tagline-nya “Puas Sedapnya!”. Selain itu, Mi Sedaap juga gencar beriklan pada berbagai media. Mereka mencoba menggencarkan promosi secepat mungkin untuk meningkatkan awareness pasar.

Sebagai pendatang baru, Mi Sedaap hadir dengan strategi promosi agresif untuk segera mendongkrak awareness merek produk. Salah satu bentuk promosinya yaitu pemasangan umbul-umbul Mi Sedaap sepanjang jalan selama bulan Ramadhan, yang belum dilakukan oleh produk lain.

Strategi awal Mi Sedaap untuk bermain di pasar mie instan adalah menetapkan harga yang sangat ekonomis, namun mempertahankan rasa bumbu mie yang sedap dan gurih. Ditambah pula dengan cara klasik, yaitu memberikan hadiah berupa piring dan gelas. Di awal Mi Sedaap hanya berkutat di Jawa dan Bali, namun strategi distribusi Mi Sedaap bisa merata dari tingkat grosir sampai tim motor yang menjelajahi warung-warung kecil.

Semua strategi itu juga didukung iklan produk yang cukup gencar, disertai dengan versi testimoni. Ada satu hal yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor, misalnya menyuruh orang sebanyak-banyaknya mencoba Mi Sedaap. Aksi ini dilakukan secara gratis di mal, tempat wisata, dan kampus.

Mi Sedaap sebagai merek mie instan yang relatif baru telah menjadi fenomena karena berhasil menggerogoti pangsa pasar sang market leader Indomie. Segala prestasi yang diraih oleh Mi Sedaap adalah berkat bumbu dan rasa yang berhasil memenuhi ekspektasi konsumen, sehingga sedikit demi sedikit pangsa pasar bisa diraih—walaupun variasi rasa memang belum bisa sebanyak pesaing terkuatnya, Indomie.

Mi Sedaap pastinya menyadari sejak awal bahwa merebut market share Indofood yang image produknya sudah sangat baik bukanlah perkara mudah. Sebab itu Wings membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk melakukan riset hingga menemukan formula rasa yang pas. Kemudian bisa dimunculkan produk mie instan dengan penambahan bumbu bawang goreng kriuk pada varian mie gorengnya. Meski terkesan sepele, ternyata Mi Sedaap varian rasa tersebut cukup disukai konsumen.

Satu tantangan yang cukup sulit bagi Mi Sedaap adalah mematahkan stereotype pasar yang selalu mengasosiasikan mie instan dengan Indomie. Bagaimana cara mematahkan kebiasaan pasar jika ingin makan mie instan mereka akan sebut, “Ingin makan Mi Sedaap” dan bukannya Indomie. Sebaliknya bagi Indomie, bagaimana meyakinkan pasar bahwa tidak ada lagi merek mie instan lain yang lebih enak dan lebih berkualitas daripada Indomie. Sehingga jika orang ingin makan mie instan, mereka tidak akan tengok kanan-kiri lagi, dan akan langsung memilih Indomie.

Selain adu bombardir iklan oleh kedua perusahaan di media-media, persaingan sengit mereka juga ternyata terlihat dari opini-opini masyarakat yang saling dilemparkan baik di media tradisional maupun digital. Kebanyakan debat dan argumen menyangkut soal rasa dan tekstur mie maupun bumbu dari kedua merek mie instan ini. Jika satu isu dilemparkan soal mie mana yang lebih memuaskan, tentu jawabannya akan sangat beragam dan sering kali memicu perdebatan panjang. Ini tentu menambah meriahnya iklim persaingan antara Indomie dan Mi Sedaap.

Adu opini soal Indomie dan Mi Sedaap ini sering juga ditemukan pada situs-situs media sosial dan forum-forum seperti Kaskus dan blog. Melihat dari begitu banyak argumen dan debat di semua media tersebut, Indomie masih terlihat jelas memenangkan persaingan, terutama dari segi rasa dan kualitas mie.

Banyak orang yang mengaku sudah familier dengan rasa dan tekstur Indomie. Tapi, banyak juga orang yang mengatakan ingin menjajal rasa dan kualitas dari merek lain. Tentu bila menyangkut kategori produk mie instan yang harganya terbilang murah dan relatif mudah ditemukan, keputusan orang untuk memilih pun akan berlangsung secara cepat dan instan. Dalam hal ini, merek yang pertama kali terlintas di benak pelangganlah yang akan terpilih.

Jika dilihat dari Top Brand Index (TBI) 2014, kedua merek ini terpaut cukup jauh, yaitu Indomie meraih indeks 75,9% dan Mie Sedaap 14,4%. Dilihat dari lima tahun ke belakang pun, Indomie terlihat masih memimpin pasar mie instan di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2014 ini. Indeks yang diraih Indomie pun terbilang cukup dominan sekitar 70%.

Dari semua merek pesaing, Mi Sedaap yang paling mungkin menggoyang posisi market leader Indomie di pasar. Terbukti memang Mi Sedaap-lah yang diam-diam sedikit menggerogoti pangsa pasar Indomie. Ini benar terutama pada awal Mi Sedaap muncul di pasaran dan konsumen banyak yang tertarik untuk menjajal mie instan baru ini. Tetapi, dari data Top Brand Index mulai tahun 2010 sampai sekarang, terlihat posisi Indomie memang sulit disaingi.